KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan dan dapat menyusun makalah ini yg berjudul “ PERIODISASI FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN” guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat.
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karen itu, kami mengharapkan saran dan kritik membangun yang ditunjukan demi kesempurnan makalah ini. semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Sukaraja, April 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad pertengahan adalah merupakan kurun waktu
yang sangat khas. Secara singkat dikatakan bahwa dominasi agama kristen sangat
menonjol. Perkembangan alam pikiran harus disesuaikan dengan ajaran
agama. Demikian pula filsafat, harus diuji apakah tidak bertentangan dengan
ajaran agama islam.
Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu
zaman yang baru di tengah-tengah suatu perkumpulan bangsa yang baru,
yaitu bangsa eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut skolastik.Pada masa
pertumbuhan dan perkembangan filsafat eropa ( sekitar lima abad ) belum
memunculkan ahli pikir ( filosuf ), akan tetapi setelah abad ke-6 masehi,
baru muncul ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi,
filsafat Eropa yang mengawali kelahiran filsafat barat abad pertengahan.
Filsafat barat abad pertengahan ( 476-1492 M )
juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah
gereja, saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Manusia
tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam
dirinya. Para ahli pikir saat itu juga tidak mempunyai kebebasan berpikir.
Apalagi terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan agama
ajaran gereja. Siapa pun orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman
berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan
rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama (teologi ) yang tidak
berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan ketat. Yang berhak
mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Kendati
demikian, ada juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang
murtad dan kemudian diadakan pengejaran ( inkuisisi ). (Maksum, 2010:99).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
sejarah filsafat pada abad pertengahan ?
2. Apakah
ciri filsafat pada abad pertengahan ?
3. Bagaimana
periode pada abad pertengahan ?
4. Bagaimanakah
perkembangan filsafat pada abad pertengahan ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui sejarah filsafat pada abad pertengahan.
2. Untuk
mengetahui ciri filsafat pada abad pertengahan.
3. Untuk
mengetahui periode pada abad pertengahan.
4. Untuk
mengetahui perkembangan filsafat pada abad pertengahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Filsafat Abad Pertengahan
Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai
kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya
menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang
berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat
di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan
dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya
(Maksum, 2010:102)
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat
Eropa.Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang telah dipengaruhi oleh
kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan ini pun
dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen.Artinya, pemikiran filsafat Abad
Pertengahan didominasi oleh agama.
Periode abad pertengahan ini mempunyai beberapa
perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya.Perbedaan ini terletak pada
dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa
perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman
keemasan bagi kekristenan (Mustansyir, 2009:66). Disinilah yang
menjadi persoalannya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu tuhanlah
yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno
mengatakan bahwa kebenaran dapat di capai oleh kemampuan akal (Surajiyo,
2005:157).
B. Ciri Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya
hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Dilihat secara
menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani.Oleh
karena itu, kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah
suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai basisnya.
Agama Kristen ini menjadi problema
kefilsafatan, karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran
yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno yang mengatakan
bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal.karena Mereka belum mengenal
adanya wahyu. Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua (Surajiyo,
2005:158).
1.
Golongan yang benar-benar menolak sama sekali
pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir
karena tidak mengakui wahyu.
2.
Menerima filsafat yunani yang mengatakan bahwa
karena manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula
kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai
kebenaran yang sejati.Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu.
C. Periode-periode pada abad pertengahan
Secara garis besar,pemikiran filsafat
abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu Zaman
Patristik dan Zaman Scholastik.
1. Zaman Patristik
Patristik berasal dari kata patres (bentuk
jamak dari pater) yang berarti bapak-bapak.Yang dimaksudkan adalah para
pujangga Gereja dan tokoh-tokoh Gereja yang sangat berperan sebagai peletak
dasar intelektual kekristenan.Mereka khususnya mencurahkan perhatian pada
pengembangan teologi, tetapi dalam kegiatan tersebut mereka tak dapat
menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan (Surajiyo, 2005:158).Masa
Patristik dibagi atas Patristik Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin (
Patristik Barat).
Bapak Gereja terpenting pada masa itu antara
lain Tertullianus (160-222), Justinus, Clemens dari Alexandria (150-251),
Origenes (185-254), Gregorius dari Nazianza (330-390), Basilus Agung (330-379),
Gregorius dari Nyssa (335-394), Dionysius Areopagita, Johanes Damascenus,
Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus (354-430).
Tertullianus, Justinus, Clemens dari
Alexandria, dan Origenes adalah pemikir-pemikir pada masa awal patristik.
Gregorius dari Nazianza, Basilus Agung, Gregorius dari Nyssa, Dionysius
Areopagita,dan Johanes Damascenus adalah tokoh-tokoh pada masa patristik
Yunani. Sedangkan Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus adalah pemikir-pemikir
yang menandai masa keemasan patristik Latin.
Agustinus adalah seorang pujangga gereja dan
filsuf besar.Setelah melewati kehidupan masa muda yang hedonistis, Agustinus
kemudian memeluk agama Kristen dan menciptakan sebuah tradisi filsafat Kristen
yang berpengaruh besar pada abad pertengahan.
Agustinus menentang aliran skeptisisme (aliran
yang meragukan kebenaran).Menurut Agustinus skeptisisme itu sebetulnya
merupakan bukti bahwa terdapat kebenaran. Menurut Agustinus, Allah menciptakan
dunia ex nihilo (konsep yang kemudian juga diikuti oleh Thomas Aquinos).
Artinya, dalam menciptakan dunia dan isinya, Allah tidak menggunakan bahan
(Surajiyo, 2005:160).
Filsafat patristik mengalami kemunduran sejak
abad ke- V hingga abad VIII. Di barat dan timur tokoh-tokoh dan
pemikir-pemikir baru dengan corak pemikiran yang berbeda dengan masa patristik.
b. Zaman Scholastik
Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau
tokoh masa Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan
bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman
Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan dan
sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja yang bernama Karel Agung ( 742-814 )
dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan.
Filsafat mereka disebut “Skolastik” (dari kata
Latin “scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini filsafat
diajarkan dalam sekolah-sekolah, biara dan universitas-universitas menurut
suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional. (Surajiyo, 2005:162).
Tokoh-tokoh terpenting masa skolastik adalah
Boethius (480-524), Johannes Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari
Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura (1221-1274),
Singer dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar 1205-1280),
Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308), Gulielmus dari
Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464). (Hanafi, 2005: 76)
Anselmus mengemukakan semboyan credo ut
intelligam, yang artinya aku percaya agar aku mengerti. Kepercayaan
digunakan untuk mencari pengertian, filsafat sebagai alat pikiran, teologi
sebagai kepercayaan. Sumbangan terpenting Anselmus yaitu suatu ajaran ketuhanan
yang bersifat filsafat. Dalam menjelaskan kedatangan dan kematian Kristus
Anselmus menjelaskan bahwa kemuliaan Tuhan telah digelapkan oleh kejatuhan
malaikat dan manusia. Hal ini merupakan penghinaan bagi Tuhan yang patut
dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan menjelma menjadi anakNya
agar hukuman dapat ditanggung. Dengan demikian keadilan, rahmat dan kasih
Tuhan telah genap dan dipenuhi (Hanafi, 2005: 81)
Peter Abelardus telah dianggap membuka kembali
tentang kebebasan berpikir dengan semboyannya: intelligo ut
credom (saya paham supaya saya percaya) (Mustansyir, 2009:32). Pemikiran
Abelardus yang bercoraknominalismei ditentang oleh gereja-gereja
karena telah mengritik kuasa rohani gereja. Dalam ajaran mengenai
etika, Abelardus beranggapan bahwa ukuran etika ialah hukum kesusilaan alam.
Kebajikan alam menjadikan manusia tidak perlu memiliki dosa asal. Tiap orang
dapat berdosa jika menyimpang dari jalan kebajikan alam. Akal manusia sebagai
pengukur dan penilai iman.
Bagi Thomas Aquinas, tidak ada perbedaan antara
akal dan wahyu Kebenaran iman hanya dapat dicapai melalui keyakinan dan
wahyu (dunia diciptakan Tuhan dalam 6 hari). Ada kebenaran teologis alamiah
yang dapat ditemukan pada akal dan wahyu (sebagai jalan menemukan kebenaran),
tetapi hanya ada satu kebenaran, yaitu teologi iman. Pengetahuan tidak sama
dengan kepercayaan. Pengetahuan didapat dari indra dan diolah dari akal, tetapi
akal tidak bisa mencapai realitas tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh
agama.
Aquinas yang pemikirannya dipengaruhi
Aristoteles, melakukan pula pengristenan teori Aristoteles dalam teologi
Kristen. Salah satu penyempurnaan teori Aristoteles oleh Aquinas yaitu
pandangan bahwa wanita adalah pria yang tidak sempurna. Pria dianggap aktif dan
kreatif, wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi Aqunias pria dan wanita
memiliki jiwa yang sama, hanya sebagai makhluk alamlah wanita lebih
rendah, jiwanya sama.
Aku percaya sebab mustahil”, demikian semboyan
Occam sebagai suatu gambaran terhadap hubungan tidak harmonis antara
kepercayaan dan pengetahuan. Pandangan dengan corak nominalis ini
banyak dikritik oleh gereja karena dianggap otoritas gereja. Bagi Occam, ”bukan
saja akal manusia tidak akan dapat mengerti pernyataan Tuhan, tetapi juga akal
akan menyerang segala ikrar keputusan gereja dengan hebat sebab akal manusia
sekali-kali tidak bisa memasuki dunia ketuhanan. Manusia hanya dapat
menggantungkan kepercayaan kepada kehendak Tuhan saja yang telah dinyatakan
dalam alkitab”. Dengan demikian, antara keyakinan yang bersumber terhadap agama
dan pengetahuan yang bersumber pada akal harus dipisahkan. Akibat pandangan ini
Occam dihukum penjara oleh Paus, namun mendapat suaka dari Raja Louis IV.
Periode ini terbagi menjadi tiga tahap (Mustansyir, 2009: 49).
a.
Periode
Scholastik awal (800-120)
Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir
karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat.Yang tampak pada permulaan
ialah persoalan tentang universalia.Ajaran Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai
pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran (Mustansyir, 2009:
51)
Pada periode ini, diupayakan misalnya,
pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab
Suci (Anselmus dan Canterbury). Problem yang hangat didiskusikan pada masa ini
adalah masalah universalia dengan konfrontasi antara “Realisme” dan
“Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad
ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam, sejarah dan bahasa, pengalaman
mistik atas kebenaran religious pun mendapat tempat (Mustansyir, 2009: 51).
b.
Periode
puncak perkembangan scholastik (abad ke-13)
Periode puncak perkembangan skolastik :
dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan
yahudi. Filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran
Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani
semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat
perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi. Universitas-universitas
yang pertama didirikan di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200),
dan masih banyak lagi universitas yang mengikutinya. Pada abad ke-13,
dihasilkan suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran kristiani dan filsafat
Yunani.Tokoh-tokohnya adalah Yohanes Fidanza (1221-1257), Albertus Magnus
(1206-1280), dan Thomas Aquinas
(1225-1274). Hasil sintesis besar ini dinamakan summa (keseluruhan).
(Mustansyir, 2009: 54).
c.
Periode
Scholastik lanjut atau akhir (abad ke-14-15)
Periode scholastik Akhir abad ke 14-15 ditandai
dengan beberapa pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran
yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang
sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada
kemampuan rasio memberi jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang.Ada
semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan.Rasio tidak
dapat mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya
(Mustansyir, 2009: 59).
D. Perkembangan Filsafat Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan ini perkembangan ilmu
mencapai kemajuan yang pesat karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani
klasik ke bahasa Latin, juga penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh
bangsa Arab ke bahasa Latin. Karangan para filsuf Islam menjadi sumber
terpenting penerjemahan buku, baik buku keilmuan maupun filsafat. Diantara
karya filsuf islam yang diterjemahkan antara lain astronomi (Al Khawarizmi),
kedokteran (Ibnu Sina), karya-karya Al Farabi, Al Kindi, Al Ghazali (Maksum,
2010: 34).
Fokus pada pengembangan ilmu melalui
sekolah-sekolah menjadi perhatian dari Raja Charlemagne (Charles I)
dengan pendirian sekolah-sekolah dan perekrutan guru dari Italia, Inggris dan Irlandia.
Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama, yakni
pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat agama dan terbuka juga bagi
umum). Kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal art) yang dibagi
menjadi dua bagian; a) gramatika, retorika, dan dialektika (trivium), b)
aritmetika, geometri, astronomi dan musik (quadrivium). Tingkatan ketiga
ialah pengajaran buku-buku suci (Maksum, 2010: 39).
Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan
kebudayaan Barat dengan ciri khas ajaran Masehi (filsafat scholastik) yang
diwarnai oleh perkembangan-perkembangan peradaban Kristen. Peradaban
Kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern. Peninggalan kebudayaan abad
pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik, bangunan bercorak gothik sebagai
bentuk pemujaan terhadap gereja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zaman pertengahan ialah zaman dimana Filsafat
Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan
filsafat.Abad pertengahan memiliki sebutan lain misalnya abad kegelapan, jaman
skolastik atau masa patristik, yang semuanya menggambarkan corak pemikiran
filsafat dan keilmuan yang dibentuk sesuai dengan perkembangan peradaban
Kristen.
Abad ini ditandai dengan keruntuhan budaya
Romawi dan upaya-upaya untuk kembali membangun peradaban berdasarkan ajaran
filsafat Yunani dan ajaran agama Kristen. Perkembangan ilmu dan filsafat
berlangsung di gereja-gereja pada awalnya, untuk kemudian mengalami perpecahan
dikarenakan domininasi kuat agama terhadap berbagai aspek kehidupan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat
berlangsung dengan lambat tetapi pasti sejalan dengan kontak budaya dengan
budaya Islam dan semangat untuk kembali pada kejayaan peradaban Yunani. Masa
ini berakhir dengan pemisahan kekuasaan dan pemikiran antara ajaran agama yang
bertahan di gereja dan perkembangan keilmuan yang mendapat tempat di lembaga
sekolah.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima
bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
perbaikan karya-karya berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Basyarat. A. Problem Filsafat Abad Pertengahan. 10 Januari 2010 Myopera.com/basyarat/blog/2001/01. Diakses tanggal 20 Maret 2014.
Hanafi, Ahmad.
2005. Filsafat Skolastik. Jakarta: Pustaka Alhusna
Maksum,
Ali. 2010. Pengantar Filsafat. Jogjakarta : Ar Ruzz Media
Mustansyir,
Rizal. 2009. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset
Surajiyo.
2005. Ilmu filsafat suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar