Labels

Selasa, 15 April 2014

ANALISIS PENAFSIRAN PASAL 33 UUD 1945 DALAM KAITANNYA DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENGENAI JUDICIAL REVIEW UNDANG

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara indonesia merupakan negara yang merdeka pada tanggal 17 agustus 1945. Dengan perjuangan yang mengorbankan segala-galanya demi kemerdekaan tersebut. Setelah merdeka maka dibuatkanya sebuah konstitusi sebagai dasar negara,  yang dijadikan pedoman bagi  setiap elemen(negara) untuk mewujudkannya.  Konstitusi tersebut kita kenal dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Undang-undang dasar 1945 terdiri atas pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan, ketiga bagian itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagai hukum dasar negara undang-undang 1945 bersifat mengikat, lembaga masyarakat, serta mengikat setiap warga masyarakat Indonesia dimanapun berada.
Indonesia sebagai Negara republik yang berdaulat penuh memiliki peran dan kewajiban mengayomi rakyatnya dalam setiap aspek kehidupan sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu, pada masanya lahirlah Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan bagi sistem ekonomi Pancasila, yang lebih dikenal dengan demokrasi ekonomi.
Sejalan dengan itu,Mahkamah Konstitusi telah kerap kali memutuskan perkara yang menggunakan batu uji Pasal 33 UUD 1945 tersebut mengenai Judicial Review yang diantaranya tentang pengelolaan sumber daya air, minyak dan gas bumi, seta ketenagalistrikan.
Salah satu hal yang masih menjadi perdebatan mengenai Pasal 33 UUD 1945 adalah tercantum didalam ayat (3) mengenai pengertian “hak penguasaan negara” atau ada yang menyebutnya dengan “hak menguasai negara”. Sebenarnya ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 tersebut sama persisnya dengan apa yang dirumuskan dalam Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3) UUDS 1950, sehingga ada anggapan bahwa hal itu merupakan cerminan nasionalisme ekonomi Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1.         Bagaimana putusan mahkamah konstitusi terhadap judicial review undang-undang nomor 22 tahun 2001 undang-undang nomor 20 tahun 2002 dan undang-undang nomor 7 tahun 2004 terhadap pasal 33 uud 1945?
2.         Bagaimana penafsiran mahkamah konstitusi terhadap pasal 33 uud 1945?


BAB II
LANDASAN TEORI
A.  Isi pokok Pasal 33 UUD 1945
Dalam rumusan UUD 1945 terdapat secara eksplisit ataupun implisit  pandangan-pandangan dan nilai-nilai fundamental, UUD 1945 disamping sebagai konstitusi politik (political constitution), juga merupakan konstitusi ekonomi (economic constitution), bahkan konstitusi sosial (social constitution). UUD 1945 sebagai sebuah konstitusi negara secara substansi, tidak hanya terkait dengan pengaturan lembaga-lembaga kenegaraan dan struktur pemerintahan semata. Namun Iebih dari itu, konstitusi juga memiliki dimensi pengaturan ekonomi dan kesejahteraan sosial yang tertuang di dalam pasal 33 UUD 1945.( Magnar, dkk. 2010:112). Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan bagi sistem ekonomi Pancasila, yang lebih dikenal dengan demokrasi ekonomi. konstitusi ekonomi tersebut terlihat pada materi, yang berbunyi:
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
2.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.      Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4.      perekonomian Indonesia diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5.      ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
B.  Pasal 33 UUD 1945 Sebagai Landasan Sistem Ekonomi Pancasila
Menurut Yance Arizona  (2004:11) bahwa Jiwa Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berlandaskan semangat sosial, yang menempatkan penguasaan barang untuk kepentingan publik (seperti sumber daya alam) pada negara. Pengaturan ini berdasarkan anggapan bahwa pemerintah adalah pemegang mandat untuk melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia. Untuk itu, pemegang mandat ini seharusnya punya legitimasi yang sah dan ada yang mengontrol kebijakan yang dibuatnya dan dilakukannya, sehingga dapat tercipta peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang sesuai dengan semangat demokrasi ekonomi.
Tetapi dalam perjalanan waktu, penerapan pasal 33 UUD 1945 ini dilapangan menimbulkan polemik, kontroversi bahkan perlawanan masyarakat. Beberapa Permasalahan dalam Implementasi Pasal 33 UUD 1945, misalnya:
a.       Misalnya Masyarakat yang menanggung resiko terbesar dari aktivitas eksploitasi sumberdaya alam, tanpa mendapat perlindungan selayaknya, Misalnya kasus masuknya infestor asing yang mengeruk habis sumberdaya alam Indonesia dengan menerapkan kontrak Karya, seperti kita tau kerjasama pemerintah dengan infestor asing melalui kontrak karya sama sekali tidak mencerminkan jiwa pasal 33 UUD 1945.
b.      Perkembangan ekonomi global juga banyak permasalahan yang sering kali muncul menyangkut penjabaran Pasal 33 UUD 1945. Misalnya, permasalahan yang perlu mendapat perhatian, ialah tentang aturan pelaksanaannya yang lahir dalam bentuk undang-undang, yaitu  tentang bagaimana peranan negara dalam penguasaan sumber daya alam (ekonomi) yang ada.
c.       Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sektor-sektor ekonomi di Indonesia yang seharusnya mendasarkan pada Pasal 33 UUD 1945. Namun pada prakteknya, berbagai peraturan perundang-undangan lebih mengakomodasi tekanan-tekanan kepentingan politik dan ekonomi para pendukung ekonomi pasar. Karena memang hukum adalah produk politik”. Konfigurasi politik tertentu akan melahirkan karakter produk hukum tertentu.
Khusus terhadap permasalahan yang ke 3 (tiga) diatas terkait persoalan-persoalan karakter produk hukum tersebut kemudian muncul pada wilayah hukum di Indonesia di bidang sumber daya alam, seiring dengan keluarnya Undang-Undang, misalnya:
  1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air,
  2. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas Alam,
  3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
Kesesuaian antara ketiga undang-undang tersebut dengan Pasal 33 UUD 1945, merupakan dasar berbagai kalangan masyarakat untuk mengugat validitas keberlakuan ketiga undang-undang tersebut kepada mahkamah Konstitusi ketika secara nyata-nyata merugikan hak konstitusional warga negara.
Sebagaimana dikemukakan oleh Kuntana Magnar, dkk. (2010:165) bahwa berdasarkan ketentuan pasal 24 UUD 1945, Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang ada dibawahnya. Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi mempunyai kedudukan, tugas, fungsi dan kewenangann sebagaimana telah ditentukan oleh pasal 24 ayat 2, pasal 24C, dan diatur lebih lanjut dalam UU No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003 kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan Negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan dimasa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi berfungsi sebagai  (1) pengawal konstitusi (the guardian of constitution); (2) penafsir akhir konstitusi (the final interpreter of constitution); (3) pengawal demokrasi (the guardian of democracy); (4) pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of citizen’s constitutional rights); dan (5) pelindung hak-hak asasi manusia(the protector of human rights).
Dalam konteks ini, Mahkamah Konstitusi dipaksa untuk memberikan tafsir trhadap pasal 33 UUD 1945 yang memuaskan bagi semua pihak khususnya para pemohon judicial review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap Pasal 33 UUD 1945.


BAB III
PEMBAHASAN
A.      Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Judicial Review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 terhadap Pasal 33 UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi telah kerap kali memutuskan perkara yang menggunakan batu uji Pasal 33 UUD 1945 tersebut yang diantaranya sebagai berikut:
1.      Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Judicial Review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya yang tertuang dalam PUU 063/PUU-II/2004 memberikan pertimbangan-pertimbangan yang pada sebagian pokoknya sebagai berikut:
a.       karakteristik air yang merupakan bagian dari HAM, oleh karenanya negara memiliki peran dalam rangka melindungi, mengormati dan memenuhinya;
b.      negara dapat turut campur didalam melakukan pengaturan terhadap air. Sehingga Pasal 33 ayat (3) harus diletakan di dalam konteks HAM dan merupakan bagian dari Pasal 28H UUD 1945
c.       Bahwa air merupakan sebagai benda res commune, sehingga tidak dapat dihitung hanya berdasarkan pertimbangan nilai secara ekonomi. Konsep res commune, berimplikasi pada prinsip pemanfaat air harus membayar Iebih murah;
d.      Hak guna pakai air merupakan turunan dari hak hidup yang dijamin oleh UUD 1945 dan masuk ke dalam wilayah hokum publik yang berbeda dengan hukum privat yang bersifat kebendaan;
e.       peran swasta masih dapat dilakukan di dalam pengelolaan sumber daya air, selama peran negara masih ditunjukkan dengan merumuskan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
f.       Berdasarkan pokok pertimbangan di atas, maka substansi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air tidak bertentangan dengan UUD 1945.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Judicial Review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya yang tertuang dalam PUU:002/PUU-I/2003 memberikan pertimbangan-pertimbangan yang pada sebagian pokoknya sebagai berikut:
a.       Konsepsi “Dikuasai oleh Negara” dalam pasal 33 (3) UUD 1945 merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut tercakup pula pengertian pemilikan publik oleh rakyat secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah hukum negara pada hakikatnya adalah milik publik seluruh rakyat secara kolektif yang dimandatkankepada negara untuk menguasainya guna dipergunakan bagi sebesar  besarnya kemakmuran bersama.
b.      Bahwa jika pengertian “dikuasai oleh negara” hanya diartikan  sebagai pemilikan dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud tidak mencukupi dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Walaupun demikian, konsepsi kepemilikan perdata itu sendiri harus diakui sebagai salah satu konsekuensi logis penguasaan oleh negara yang mencakup juga pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.
c.       Bahwa berdasarkan uraian tersebut, pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara yang luas yang bersumber dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk merumuskan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasanuntuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan sebagian pokok pertimbangan Mahkamah konstitusi tersebut, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan secara materil mengabulkan gugatan pemohon untuk sebagian.

3.  Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Judicial ReviewUndang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya yang tertuang dalam PUU Nomor: 001/PUU-(/2002) memberikan pertimbangan-pertimbangan yang pada sebagian pokoknya sebagai berikut:
a.       bahwa  berdasarkan penafsiran historis, seperti yang tercantum dalam  Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan,  makna ketentuan tersebut adalah “Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang.  Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara.
b.      Mahkamah berpendapat bahwa untuk menyelamatkan dan melindungi serta mengembangkan lebih lanjut perusahaan negara (BUMN) sebagai aset negara dan bangsa agar lebih sehat yang selama ini telah berjasa memberikan pelayanan kelistrikan kepada masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia, baik yang beraspek komersiil maupun non-komersiil sebagai wujud penguasaan negara.
c.       sehingga ketentuan Pasal 16 UU No. 20 Tahun 2002 yang memerintahkan  sistem pemisahan/pemecahan usaha ketenagalistrikan (unbundling system) dengan pelaku usaha yang berbeda akan semakin membuat terpuruk BUMN yang akan bermuara kepada tidak  terjaminnya pasokan listrik kepada semua lapisan masyarakat, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial. sehingga oleh karenanya Mahkamah berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945
Berdasarkan sebagian pertimbangan-pertimbangan yang telah diuraikan di atas, maka MK memutuskan permohonan Para Pemohon dikabulkan sebagian dengan menyatakan Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68 UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan karena bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

B. Penafsiran Mahkamah Konstitusi Terhadap Pasal 33 UUD 1945
Salah satu hal yang masih menjadi perdebatan mengenai Pasal 33 UUD 1945 adalah tercantum didalam ayat (3) mengenai pengertian “hak penguasaan negara” atau ada yang menyebutnya dengan “hak menguasai negara”. Sebenarnya ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 tersebut sama persisnya dengan apa yang dirumuskan dalam Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3) UUDS 1950, sehingga ada anggapan bahwa hal itu merupakan cerminan nasionalisme ekonomi Indonesia.
Bahwa berdasarkan uraian putusan mahkamah konstitusi terhadap Judicial Review Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 terhadap Pasal 33 UUD 1945 tersebut diatas adalah untuk pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perijinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie).
Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah. Fungsi pengelolaan (beheersdaacf) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan Iangsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan, yang melaluinya Negara, c.q. Pemerintah, mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara, c.q. Pemerintah, dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat.[4]
  
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahkamah Konstitusi menafsirkan Pasal 33 (3) UUD 1945 mngenai pengertian “hak menguasai Negara” atas cabang-cabang produksi penting dan sumber kekayaan alam, meliputi:
1.      Mengadakan kebijakan (beleid)
2.      tindakan pengurusan (bestuursdaad)
3.      Pengaturan (regelendaad)
4.      Pengelolaan (beheersdaad)
5.      Pengawasan (toezichthoundensdaad)
Pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi.Terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas Alam, dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dapat disimpulkan  bahwa Mahkamah Konstitusi tidak saja menilai atas segala sesuatu yang telah terjadi di masa lalu sebagai pertimbangan hukumnya, tetapi juga mencoba untuk membuat pertimbangan sehingga mengeluarkan putusan yang berisi ke masa depan, khususnya dalam mengawal pelaksanaan UU tersebut agar tetap sejalan dengan UUD 1945.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini apabila ada keterangan yang kurang bisa dipahami, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, saran/kritik pembaca sangat penulis harapkan sebagai penyempurna makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Arimbi HP dan Emmy Hafild, Membumikan Mandat Pasal 33 UUD 45Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Fiends of the Earth (FoE), Indonesia,1999,http://www.pacific.net.id/~dede_s/Membumikan.htm, diakses pada tanggal 3 Desember 2010.

Asshiddiqie, Jimly, 2004. Konstitusi dan Konstitusionalisme,  Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas  Hukum Universitas Indonesia.

Arizona, Yance , 2007, Penafsiran MK Terhadap Pasal 33 UUD 1945 (Perbandingan Putusan Dalam Perkara Nomor 001-021-022/PUU I/2003 Mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dengan Putusan Perkara Nomor 058- 059-060063/PUU-II/2004 dan 008/PUU-III/2005  Mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air), Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang.

Gunadi, Tom, 1990. Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD’45,
Bandung: Angkasa.

Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufk, Februari 2010. Tafsir MK Atas Pasal 33  UUd 1945: (Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002), Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 1.

Tutik, Titik, T, 2008. Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Cerdas Pustaka.

 


makalah umum: MODERNISASI DAN GLOBALISASI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan zaman yang saat ini sudah maju tidak luput dari kemajuan teknologi dalam kehidupan manusia. Penciptaan berbagai alat-alat dan berbagai macam produk yang dihasilkan oleh para tokoh pencipta mampu merubah kehidupan manusia dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang dapat menyambungkan kita keberbagai negara di dunia. Aktivitas ini dinamakan modernisasi ialah proses masyarakat menuju hidup yang masa kini atau modern selain modernisasi hal ini juga diperkuat dengan tindakan globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik.

1.2.Rumusan Masalah
Ø  Pengertian Modernisasi?
Ø  Penegertian Globalisasi?
Ø  Dampak modernisasi dan globalisasi terhadap perubahan sosial dan budaya?
Ø  Respon masyarakat terhadap perubahan sosial budaya?
Ø  Modernisasi dalam pembangunan?
Ø  Tokoh-tokoh modrnisasi dan globalisasi?

1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membekali pembaca agar bisa mengimplementasikan dan menyalurkan ilmunya tentang modernisasi dan globalisasi.
Bisa mengimbangi perkembangan zaman yang sekarang sudah semakin canggih dengan bekal-bekal yang sudah dipelajari sebelumnya dalam perkuliahan.


BAB II
PEMBAHASAN
MODERNISASI DAN GLOBALISASI

A.    MODERNISASI
2.1.Pengertian Modernisasi
Modernisasi berasal dari kata modern yang berarti maju, modernity atau modernitas yang diartikan sebagai nilai-nilai yang berlakunya dalam aspek ruang, waktu dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal.
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Modernisasi menunjukan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional dan fungsional.
Pengertian modernisasi menurut pendapat para ahli:
a.       Widjojo Nitisastro modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, kearah pola-pola ekonomis dan politis.
b.      Soerjono Soekanto modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning. (dalam buku sosiologi:suatu pengantar, dalam buku ajar individu dan masyarakat).

Berikut ini sejumlah sosiolog mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian modernisasi.
a.       Astrid S. Susanto modernisasi adalah suatu proses pembangunan yang memberikan kesempatan kearah perubahan demi kemajuan.
b.      J.W. Schoorl modernisasi merupakan penerapan pengetahuan ilmiah pada semua kegiatan, bidang kehidupan dan aspek kegiatan.
c.       Koentjaraningrat modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang.
d.      Wilbert E. Moore modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama, dari yang tradisional kearah pola-pola negara barat yang telah stabil.

Dengan dasar pengertian diatas maka secara garis besar istilah modern mencangkup pengertian sebagai berikut:
a.       Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
b.      Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup dalam masyarakat.
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut:
a.       Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat.
b.      Sistem admisnistrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
c.       Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu.
d.      Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e.       Tingkat organisasi yang tinggi yang disatu pihak berati disiplin, sedangkan dilain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f.       Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.

Ciri masyarakat modern, modernisasi dapat terwujud apabila masyarakatnya memiliki individu yang mempunyai sikap modern, menurut Alex Inkeres, terdapat 9 ciri manusia modern cirinya sebagai berikut :
1.      Memiliki sikap hidup yang menerima hal-hal yang baru dan terbuka untuk perubahan.
2.      Memiliki keberanian untuk menyatakan pendapat atau opini mengenai lingkungannya sendiri atau kejadian yang terjadi jauh diluar lingkungannya serta dapat bersikap demoktratis.
3.      Menghargai waktu dan lebih banyak berorientasi ke masa depan dari pada kemasa lalu.
4.      Memiliki perencanaan dan pengorganisasian.
5.      Percaya diri.
6.      Perhitungan.
7.      Menghargai harkat hidup manusia lain.
8.      Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
9.      Menjungjung tinggi suatu sikap dimana imbalan yang diterima seseorang haruslah sesuai dengan prestasinya dalam masyarakat.

B.     GLOBALISASI
2.2.Pengertian Globalisasi
Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik. khususnya,globalisasi terbentuk oleh adanya kemajuan di bidang komunikasi dunia.Ada pula yang mendefinisikan globalisasi sebagai hilangnya batas ruang dan waktu akibat kemajuan teknologi informasi.Globalisasi terjadi karena faktor- faktor nilai budaya luar,seperti:
a.       Selalu meningkatkan pengetahuan
b.      Patuh hukum
c.       Kemandirian
d.      Keterbukaan
e.       Rasionalisasi
f.       etos kerja
g.      kemampuan memprediksi
h.      efisiensi dan produktivitas
i.        keberanian bersaing
j.        manajemen resiko

Globalisasi terjadi melalui beberapa saluran, diantaranya:
a.       Lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan
b.      Lembaga keagamaan
c.       Industri internasional dan lembaga perdagangan
d.      Wisata mancanegara
e.       Saluran komikasi dan telekomunikasi internasional
f.       Lembaga internasional yang mengatur peraturan internasional
g.      Lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler

Globalisasi berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang dapat menerima adanya globalisasi, seperti masyarakat muda, penduduk dengan status sosial yang tinggi, dan masyarakat kota. Namun adapula masyarakat yang sulit menerima atau bahkan menolak globalisasi seperti masyarakat di daerah terpencil, generasi tua yang kehidupannya stagnan, dan masyarakat yang belum siap baik fisik maupun mental. Unsur globalisasi yang sukar diterima masyarakat adalah sebagai berikut:
a.       Teknologi yang rumit dan mahal
b.      Unsur budaya luar yang bersifat ideologi dan religi
c.       Unsur budaya yang sukar disesuaikan dengan kondisi masyarakat

Unsur globalisasi yang mudah diterima masyarakat adalah sebagai berikut:
a.       Unsur yang mudah disesuaikan kebutuhan dan kondisi masyarakat
b.      Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat
c.       Pendidikan formal di sekolah


2.3.Dampak Modernisasi dan Globalisasi terhadap Perubahan Sosial dan Budaya
1.      Dampak Positif
a.       Perubahan Tata Nilai dan Sikap, adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b.      Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c.       Tingkat Kehidupan yang lebih Baik, dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
d.      Meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja manusia sebagai akibat bertambahnya pengetahuan,bertambahnya peralatan yang serba canggih dan bertambahnya jarak komunikasi manusia di dunia
e.       Meningkatkan prokduktivitas kerja manusia
f.       Meningkatnya volume ekspor
g.      Tersediannya berbagai macam barang konsumsi
h.      Meluasnya lapangan pekerjaan
i.        Munculnya profesionalisme dan spesialisasi ketenagakerjaan
j.        Lancarnya komunikasi antar individu maupun antarkelompok.dalam ruang lingkup dunia.
k.      Lancarnya proses transaksi ekonomi antar Negara maupun antar benua.

2.      Dampak Negatif
a.       Pola Hidup Konsumtif, perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b.      Sikap Individualistik, masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c.       Gaya Hidup Kebarat-baratan, tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d.      Kesenjangan Sosial, apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
e.       Adanya perusakan alam dan pencemaran lingkungan
f.       Adanya penurunan kualitas moral manusia (demoralisme)
g.      Adanya keresahan sosial
h.      Menurunya kemandirian dalam menghadapi masalah
i.        Meningkatnya sikap egois dan materealis
j.        Munculnya disorganisasi, menurut Robet Mac Iver, perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat berakibat pada keseimbangan masyarakat sosial dapat mengakibatkan ketidak seimbangan sosial.hal ini karena dalam kenyataannya, unsure-unsur sosial dalam masyarakat tidak selalu bersifat adjustive (dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan.
k.      Kenakalan remaja, kenakalan remaja (delinkuensi) adalah semua bentuk atktifitas remaja yang belum dewasa akan hukum yang bertentangan dengan norma-norma sosial terutama norma hukum kenakalan remaja merupakan suatu bentuk ketimpangan penanganan terhadap pendidikan anak akibat ketidak mampuan orang tua,lingkungan sekolah,dan lingkungan masyarakat.kenakalan remaja biasanya terjadi di kota-kota atau dimasyarakat yang telah mendapatkan pengaruh kehidupan kota.proses terjadinya melalui tahap sebagai berikut.
Ø  Sense of value yang kurang ditanamkan oleh orang tua karena ketidak mampuan, ketidakmauan, atau tidak adanya kesempatan karena kesibukan.
Ø  Timbulnya organisasi-organisasi informal (klik atau geng) yang berprilaku menyimpang sehingga tidak di sukai oleh masyarakat.
Ø  Timbulnya upaya-upaya remaja untuk mengubah keadaan dan disesuaikan dengan keadaan dan disesuaikan dengan youth values.

2.4.Respon Masyarakat terhadap Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat, ada yang dapat menerima dan ada yang tidak dapat menerima. Masayarakat yang tidak dapat menerima perubahan biasanya masih memiliki pola pikir yang tradisional. Pola pikir masyarakat yang bisa menerima perubahan sosial budaya, dintaranya sebagai berikut:
1.       Bersifat sederhana
2.       Memiliki daya guna dan produktivitas rendah
3.       Bersifat tetap atau monoton
4.       Memiliki sifat irasional, yaitu tidak didasarkan pada pikiran tertentu.

Sedangkan perilaku masyarakat yang tidak bisa menerima perubahan sosial budaya, diantaranya sebagai berikut :
1.      Perilaku masyarakat yang bersifat tertutup atau kurang membuka diri untuk berhubungan dengan masyarakat lain;
2.      Masih memegang teguh tradisi yang sudah ada;
3.      Takut terjadi kegoyahan dalam sususan/struktur masyarakat,jika terjadi integrasi kebudayaaan;
4.      Berpegang pada ideologinya dan beranggapan sesuatu yang baru bertentangn dengan ideologi masyarakat yang sudah ada.

Masyarakat tradisional cenderung sulit menerima budaya asing yang masuk ke lingkunganya,namun ada juga yang mudah menerima budaya asing dalam kehidupannya. Hal ini disebkan karena unsur budaya asing tersebut membawa kemudahan bagi kehidupanya. Pada umumnya , unsur budaya yang membawa perubahan sosial budaya dan mudah diterima masyarakat adalah, jika:
1.      Unsur kebudayaan tersebut membawa manfaat yang besar,
2.      Peralatan yang mudah dipakai dan memiliki manfaat,
3.      Unsur kebudayaan yang mudah menyesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur tersebut.

Unsur budaya yang tidak dapat diterima oleh masyarakat adalah:
1.      Unsur kebudayaan yang menyangkut sistem kepercayaan,
2.      Unsur kebudayaan yang dipelajari taraf pertama proses sosialisasi.

Sebaliknya, masyarakat modern yang memiliki pola pikir yang berbeda. Unsur yang terkandung dalam pola pikir yang berbeda. Unsur yang terkandung dalam pola pikir masyarakat modern adalah :
1.      Bersifat dinamis atau selalu berubah mengikuti perkembangan zaman,
2.      Berdasarkan akal pikiran manusia dan senantiasa mengembangkan efisiensi  dan efektivitas,
3.      Tidak mengandalkan atau mengutamakan kebiasaan atau tradisi masyarakat.

2.5.Modernisasi dalam pembangunan
Dalam buku Nurbayani dan iqbal (69:2010), pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Begitu juga Negara Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, didalamnya disebutkan tujuan pembangunan nasionalnya. Modernisasi merupakan teori yang dianut oleh bangsa Indonesia dalam program pembangunanya.
Modernisasi merupakan model pembangunan yang berkembang dengan pesat seiring dengan keberhasilan perang dunia kedua, Negara dunia ketiga juga tidak lepas dari sentuhan modernisasi Negara barat. Kegagalan modernisasi di Negara dunia ketiga menjadi sebuah pertanyaan besar, para ilmuawan menganggap modernisasi Negara dunia ketiga tidak ubahnya bentuk kolonialisasi gaya baru.
Dalam buku Nurbayani juga, Dube berpendapat ada tiga asumsi dasar konsep modernisasi yaitu ketiadaan semangat pembangunan harus dilakukan melalui pemecahan masalah kemanusiaan dan pemenuhan standar kehidupan yang layak, modernisasi membutuhkan usaha keras dari individu dan kerjasama dalam kelompok, kemampuan kerjasama dalam kelompok sangat dibutuhkan untuk menjalankan organisasi modern yang sangat kompleks dan organisasi kompleks membutuhkan perubahan kepribadian (sikap mental) serta perubahan pada struktur sosial dan tata nilai.
Menurut Dube, ciri manusia modern ditentukan oleh struktur, institusi, sikap, dan perubahan nilai pada pribadi, sosial, dan budaya. Sifat terpenting dalam modernisasi adalah rasionalitas, kemampuan berfikir secara rasional mampu menjelaskan segala gejala permasalahan sosial yang ada. Rasionalitas menjadi dasar dan karakter dalam hubungan antar individu dan pandangan masyarakat terhadap masa depan yang diidam-idamkan. Sedangkan ciri penting yang diungkapkan Schoorl yaitu konsep masyarakat yang plural yang diidentikan dengan masyarakat modern.
Learner dalam Dube (Nurbayani dan M Iqbal, (2010:71) menyatakan bahwa kepribadian modern dicirikan oleh:
a.       Empati: kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
b.      Mobilitas: kemampuan untuk melakuakn “gerak sosia” atau dengan kata lain kemampuan “beradaptasi”. Pada masyarakat modern sangat memungkinkan terdapat perubahan status dan peran atau peran ganda. System stratifikasi yang terbuka sangat memungkinkan individu untuk berpindah status.
c.       Partisipasi: masyarakat modern sangat berbeda dengan masyarakat tradisional yang kurang memperhatikan partisipasi individunya. Pada masyarakat tradisional individu cenderung pasif pada keseluruhan proses sosial, sebaliknya pada masyarakat modern keaktifan individu sangat diperlukan sehingga dapat memunculkan gagasan baru dalam pengambilan keputusan.

Schoorl dan Dube memiliki perbedaan dalam masalah modernisasi. Schoorl cenderung optimis melihat modernisasi sebagai bentuk-bentuk teori pembangunan Negara dunia ketiga. Schoorl membela modernisasi karena dia menyatakan bahwa modernisasi lebih baik dari westernisasi, sedangkan Dube mengkritik modernisasi dengan mengungkapkan segala kelemahan-kelemahannya. Diantara kelemahan modernisasi tersebut, yaitu:
1.      Modenisasi yang menggambarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi pada organisasi modern tidak dapat diikuti oleh semua Negara.
2.      Tidak adanya indicator sosial pada modernisasi.
3.      Keterlibatan Negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial antara Negara maju dan berkembang tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibicarakan.
4.      Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan iptek pada organisasi modern tidak dapat diikuti oleh semua Negara.
5.      Keberhasilan Negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk SDA dari Negara berkembang dengan mudah dan murah.

Dube mengibaratkan modernisasi sebagai kolonialisme gaya baru dan Negara maju diibaratkan sebagai musang berbulu domba, Dube mengkritik modernisasi sebagai masukan untuk memperbaiki modernsasi.
2.6.Tokoh modenisasi dan Globalisasi
Dalam buku nurbayani dan M Iqbal (66:210), disebutkan bahwa modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern.
Modernisasi bermula dari terjadinya revolusi industry di Inggris yang pada mulanya para pekerja mengerjakan pekerjaannya dengan tangan beralih menggunakan mesin. Modernisasi ini ditandai dengan beberapa penemuan seperti mesin pemintal kapas yang ditemukan oleh James Hargreaves pada tahun 1767 dan  diberi nama “Jenny”, mesin kerangka air oleh Richard Arkwight, dan ada lagi hasil penemuan-penemuan lainnya. Mesin-mesin yang ditemukan pada zaman tersebut memiliki ukuran yang sangat besar, sehingga dari sana bermula munculnya pabrik-pabrik untuk menampung mesin-mesin tersebut.
Namun mesin yang ditemukan pada masa revolusi industry yang sangat familiar hingga saat ini adalah mesin uap yang ditemukan oleh James Watt pada tahun 1765.
Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik. Terbentuknya globalisasi merupakan adanya salah satu kemajuan yang paling melesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Adanya globalisasi ini mampu mempermudah pekerjaan menjadi lebih instan dan hubungan komunikasi seperti hilangnya batas ruang dan waktu.
Adapun salah satu contoh penemuan yang menyangkut globalisasi adalah windows, yang sekarang sedang gencar-gencarnya digunakan dalam teknologi komputer. Windows ditemukan oleh William H Gates III atau yang sering kita dengar dengan sebutan Bill Gates. Windows sekarang ini telah menjadi perusahan microsoft raksasa yang merajai system perkomputeran dunia, karena hampir 80% komputer di dunia menggunakan teknologi system windows.

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Kata modernisasi berasal dari kata modern yang berarti maju dan modernity atau modernitas yaitu nilai-nilai yang berlaku dalam aspek ruang, waktu dan kelompok sosialnya lebih luas. Sehingga dapat menarik kesimpulan pengertian modenisasi ialah suatu proses kehidupan masyarakat yang bergerak dari pra moden menuju modern dalam berbagai bidang kehidupan diantaranya meningkatnya taraf kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Sedangkan pengertian globalisasi adalah penyebaran unsur-unsur baru khususnya informasi mendunia secara media cetak dan hampr semua aspek kehidupan masyarakat, dengan adanya globalisasi ini masyarakat tidak begitu saja menerimanya dengan baik ada sebagian  masyarakat tidak menerima globalisasi tersebutcontohnya masyarakat suku badui dalam. Berikut ini adalah dampak modernisasi dan globalisasi terhadap perubahan sosial dan budaya.
1.      Dampak positif:
a.       Perubahan tata nilai dan sikap
b.      Kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan
c.       Tingkat kehidupan yang lebih baik
2.      Dampak pisitif:
a.       Pola hidup konsumtif
b.      Kenakalan remaja
c.       Terjadi kesenjangan sosial

Respon masyarakat terhadap masalah tersebut adalah ada yang menerima dengan biak umumnya masyarakat yang bisa menerima perubahan sosial budaya, sedangkan masyarakat tradisional sulit untuk menerimanya. Konten modernisasi dalam pembangunan ada beberapa ahli mengemukakannya berbeda-beda dan mereka berusaha memaparkannya dan meyakinkan masyarakat, tokoh modernisasi diantaranya Jamez Watt penemu mesinuap, tokoh globalisasi Bill Gates penemu Microsft Windows yang kini telah mendunia dan kebanyakan orang memakainya.

DAFTAR PUSTAKA

Nurbayani, K. Siti. (2010). Buku Ajar Individu dan Masyarakat.  Bandung Rukawah. (2009). Modernisasi Eropa. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Sururin. 2004. Era globalisasi. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Hayati nizar.  2003. Teori perubahan sosial. Padang: IAIN IB-press.
Salim, A.M. 2002. konsepsi kekuasaan politik dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada

James, William,. 2004. Perjumpaan dengan Tuhan, terj. Gunawan Admiranto, Bandung: Mizan