Labels

Sabtu, 28 Desember 2013

MOTIVASI BELAJAR

STKIP Nurul Huda Sukaraja OKU Timur

STKIP Nurul Huda Sukaraja OKU Timur

STKIP Nurul Huda Sukaraja OKU Timur

MOTIVASI BELAJAR
      Motivasi belajar merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk belajar sesuatu atau atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan
Motivasi belajar setiap orang, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak sama. Biasanya, hal itu bergantung dari apa yang diinginkan orang yang bersangkutan.
Misalnya, seorang anak mau belajar dan mengejar rangking pertama karena diiming-imingi akan dibelikan sepeda oleh orangtuanya.
          Contoh lainnya, seorang mahasiswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi agar lulus dengan predikat cum laude. Setelah itu, dia bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang hebat dengan tujuan membahagiakan orangtuanya.

faktor-faktor yang membedakan motivasi belajar seseorang dengan yang lainnya?

     Beberapa faktor di bawah ini sedikit banyak memberikan penjelasan mengapa terjadi perbedaaan motivasi belajar pada diri masing-masing orang, di antaranya:
  • Perbedaan fisiologis (physiological needs), seperti rasa lapar, haus, dan hasrat seksual
  • Perbedaan rasa aman (safety needs), baik secara mental, fisik, dan intelektual
  • Perbedaan kasih sayang atau afeksi (love needs) yang diterimanya
  • Perbedaan harga diri (self esteem needs). Contohnya prestise memiliki mobil atau rumah mewah, jabatan, dan lain-lain.
  • Perbedaan aktualisasi diri (self actualization), tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Stimulus motivasi belajar

Terdapat 2 faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk belajar, yaitu:
  • Pertama, motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi ini terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya belajar untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan.
  • Kedua, motivasi belajar dari faktor eksternal, yaitu dapat berupa rangsangan dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya yang dapat memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan.

Tips-tips meningkatkan motivasi belajar

Motivasi belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengkondisian tertentu, agar diri kita atau siapa pun juga yang menginginkan semangat untuk belajar dapat termotivasi
berikut untuk meningkatkan motivasi belajar kita:
  • Bergaullah dengan orang-orang yang senang belajar
Bergaul dengan orang-orang yang senang belajar dan berprestasi, akan membuat kita pun gemar belajar. Selain itu, coba cari orang atau komunitas yang mempunyai kebiasaan baik dalam belajar.
Bertanyalah tentang pengalaman di berbagai tempat kepada orang-orang yang pernah atau sedang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, orang-orang yang mendapat beasiwa belajar di luar negeri, atau orang-orang yang mendapat penghargaan atas sebuah presrasi.
Kebiasaan dan semangat mereka akan menular kepada kita. Seperti halnya analogi orang yang berteman dengan tukang pandai besi atau penjual minyak wangi. Jika kita bergaul dengan tukang pandai besi, maka kita pun turut terciprat bau bakaran besi, dan jika bergaul dengan penjual minyak wangi, kita pun akan terciprat harumnya minyak wangi.
  • Belajar apapun
Pengertian belajar di sini dipahami secara luas, baik formal maupun nonformal. Kita bisa belajar tentang berbagai keterampilan seperti merakit komputer, belajar menulis, membuat film, berlajar berwirausaha, dan lain lain-lainnya.
  • Belajar dari internet
Kita bisa memanfaatkan internet untuk bergabung dengan kumpulan orang-orang yang senang belajar. Salah satu milis dapat menjadi ajang kita bertukar pendapat, pikiran, dan memotivasi diri. Sebagai contoh, jika ingin termotivasi untuk belajar bahasa Inggris, kita bisa masuk ke milis Free-English-Course@yahoogroups.com.

·         Bergaulah dengan orang-orang yang optimis dan selalu berpikiran positif
Di dunia ini, ada orang yang selalu terlihat optimis meski masalah merudung. Kita akan tertular semangat, gairah, dan rasa optimis jika sering bersosialisasi dengan orang-orang atau berada dalam komunitas seperti itu, dan sebaliknya.

·         Cari motivator
Kadangkala, seseorang butuh orang lain sebagai pemacu atau mentor dalam menjalani hidup. Misalnya: teman, pacar, ataupun pasangan hidup. Anda pun bisa melakukan hal serupa dengan mencari seseorang/komunitas yang dapat membantu mengarahkan atau memotivasi Anda belajar dan meraih prestasi.




Sabtu, 07 Desember 2013

proposal skripsi (Pendidikan Aswaja).

APRESIASI SISWA TERHADAP PENDIDIKAN ASWAJA (KE-NU-AN) DI MADRASAH ALIYAH NURUL HUDA SUKARAJA.
A.      Latar Belakang
NU sebagai organisasi terbesar di Indonesia tidak lepas peranannya dalam bidang pendidikan islam di indonesia. Khittah 1926 sebagai dasar perjuangan Nahdliyin menhantarkan NU pada spirit perjuangan dalam berbagai aspek demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia.
Khittah 1926 secara internal mempunyai ikhtiyar-ikhtiyar dalam rangka mengembangkan eksistensi Nahdliyin, antara lain: peningkatan kegiatan di bidang keilmuan, pengkajian, dan pendidikan; peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan- kegiata terarah; peningkata silaturrahmi dan peningkatan pelayanan sosial.(Suhanda,2010:271).

Hal ini tentunya selaras dengan tujuan dari pendidikan nasional yang tercantum pada Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yaitu:
Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis.
Ditinjau dari konteks historinsnya, Nahdlotul Ulama tidak bisa dipisahkan dari sejarah pendidikan di negri ini. Terdapat visi dan misi khusus yang diusung oleh NU dalam pendirian organisasinya dan beragam lembaga yang ada di bawah naungannya dalam hal memperjuangkan pendidikan di Nusantara. Visi tersebut adalah ajaran Aswaja dan misinya adalah pemberdayaan umat. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya lembaga-lembaga pesantren di era bangsa ini belum mengenal kemerdekaan lalu berkembang menjadi sistim pendidikan madrasah.
Banyaknya lembaga pendidikan di bawah naungan NU berbanding lurus dengan jumlah umat NU yang mayoritas di negeri ini. Hal itu yang kemudian menuntut untuk dicantumkannya materi Aswaja sebagai salah satu mata pelajaran pada kurikulum sekolah yang berbasis NU. “untuk mengorganisasikan dan melaksanakan kebijakan NU dalam bidang pendidikan, pada Muktamar XIII NU (11-16 Juni 1938) di Menes Banten, telah dibentuk bagian “Ma’arif” yang sekarang popular dengan “Lembaga Pendidikan Ma’arif” disingkat LP Ma’arif”.(Thoha,dkk.2006:66).
Di bawah koordinasi LP. Ma’arif yang merupakan salah satu aparat departementasi Nahdlatul Ulama yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan NU, materi Aswaja berhasil menjalar pada setiap satuan pendidikan berbasis NU sebagai proses internalisasi nilai-nilai Ahlussunnah Waljama’ah An-nahdliyah dalam kerakter setiap pribadi generasinya. Sampai sekarang materi tersebut terhimpun dalam satu mata pelajaran Pendidikan Aswaja (Ke-NU-An).
Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-An diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa visi Aswaja adalah untuk mewujudkan manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, etis, jujur dan adil (tawassuth dan i’tidal), berdisiplin, berkesimbangan (tawazun), bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya ahlussunnah wal jama’ah (amar ma’ruf nahi munkar).
Dewasa ini terdapat lembaga pendidikan tertentu yang memasukkan Aswaja dalam muatan kurikulumnya. Terkait hal tersebut, Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja adalah salah satu lembaga pendidikan yang mencantumkan Aswaja sebagai pelajaran wajib muatan lokal mulai tahun pelajaran 2011/2012. Secara intern lembaga, gagasan ini muncul sebagai reaksi atas keberadaan kaum terpelajar di daerah ini yang belum mampu menyeimbangkan antara keilmuan yang dimiliki dengan kenyataan sosial dimana mereka berada. Mereka yang unggul dalam bidang agama cenderung fanatik dan mengharamkan budaya-budaya di masyarakat, disisi lain mereka yang unggul dalam bidang sosial jauh dari nilai-nilai agama. Masing-masing dari mereka cenderung fanatik pada budaya dan keyakinan sendiri tanpa mempertimbangkan unsur-unsur budaya lain yang ada disekitarnya.
Hal tersebut dikhawatirkan menjadi stimulus terjadinya dikotomi budaya yang berdampak pada perpecahan di tengah masyarakat yang memiliki ragam budaya majemuk seperti masyarakat di sekitar Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja berada. Peserta didik di madrasah ini hidup ditengah-tengah masyarakat muslim di satu sisi dan di sisi lain sebagian masyarakatnya masih kental dengan budaya-budaya keislaman yang banyak sekali kita temukan di sini seperti halaqoh yasinanbersih desa, dan lain sebagainya.
Selain itu, mengingat keberadaan lembaga ini yang berdiri di bawah naungan pondok pesantren Nurul Huda yang berbasis  salafi ala nahdliyah, dimana peserta didiknya juga merupakan kaum santri yang dipersiapkan sebagai kader penerus misi perjuangan kiyai. Dari mereka diharapkan nantinya akan lahir generasi-generasi kiyai  yang unggul serta mampu menjadi pilar-pilar kokoh dalam mensyi’arkan Islam di tengah-tengah masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tawasut, tawazun dan tasamuh.
Cukup beralasan apa yang disampaikan oleh Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A. melalui kata pengantar dalam bukunya Membumikan aswaja:
Kader generasi muda yang pada akhirnya diharapkan akan menjadi penerus perjuangan Nahdlatul Ulama secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua klasifikasi besar; kalangan santri yang menuntut ilmu di lingkungan pondok pesantren dan kalangan siswa atau mahasiswa yang menuntut ilmu dilingkungan pendidikan formal. Dua klasifikasi kader ini sangat dibutuhkan dan merupakan kekayaan bagi NU dalam mempertahankan eksistensinya dan memperjuangkan ideologinya.(Chalim,2012).

Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang dalam proses pembelajarannya bertujuan untuk menumbuhkan kepedulian pada diri peserta didik terhadap pertumbuhan sosial budaya masyarakat dimana mereka hidup. Terkait hal tersebut Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja muncul dengan tujuan mencetak kader yang mampu hidup dalam masyarakatnya. Salah satu usaha menjawab kegelisahan tersebut adalah dengan di cantumkannya Aswaja dalam muatan lokal mata pelajaran di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja. Aswaja merupakan mata pelajaran khusus bagi satuan pendidikan tertentu, oleh karena itu mata pelajaran ini sangat jarang kita temukan di lembaga-lembaga pendidikan secara umum. Corak pemikiran Aswaja yang moderat diharapkan nantinya mengilhami para manusia terdidik alumni Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja untuk bisa memetakan permasalahan-permasalahan yang muncul di masyarakat dengan moderat pula.
Dalam pembelajarannya, Pendidikan Aswaja  menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja mulai kelas X sampai kelas XII dengan alokasi waktu 1 jam pelajaran (1x40 menit). Selain itu, pembelajaran Aswaja di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja menitik beratkan pada kepekaan peserta didik terhadap persoalan-persoalan budaya masyarakat di sekitarnya. Dari sinilah menarik untuk di teliti terkait adanya pembelajaran Aswaja di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja yang menjadikan realita sosial sebagai bagian kajiannya.
Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja adalah sekolah yang memiliki visi, ” Menciptakan kader muslim intelektual dan beraklakul karimah dengan tujuan siswa mempunyai kemampuan, pengetahuan agama dan umum, serta ketrampilan untuk melanjutkan pengabdian di masyarakatAswaja adalah salah satu mata pelajaran yang dalam kajiannya merujuk pada al-Qur’an dan sunah serta memiliki karakter menjaga konsep lama yang maslahah dan mengadopsi konsep baru yang lebih maslahah. Dalam tahap pemahamannya menggunakan cara logis dan rasional, karena mengaitkan materi dengan pengalaman-pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari bukan dengan menggunakan dogmatis dan doktrin tertentu. Dengan demikian Aswaja  adalah salah satu unsur penting untuk mewujudkan tujuan pembelajaan di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja.
Pendidikan Aswaja  merupakan mata pelajaran yang penting dan banyak aplikasinya dalam kehidupan. Meskipun demikian, sebagian siswa belum menyadari sepenuhnya tentang pentingnya materi tersebut, sehingga kurang apresiatif dalam mengikuti  pembelajaran Aswaja .
Sikap apresiatif tersebut diantaranya dapat ditunjukkan jika siswa berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran Aswaja serta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga maksud dan tujuan diselenggarakannya Pendidikan Aswaja dapat terwujud dan terlaksana secara optimal.
Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberi gambaran praktis tentang tingkat apresiasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Aswaja. Sehingga dapat dipahami bagi semua pihak utamanya bagi para siswa untuk terus meningkatkan perhatiannya terhadap pembelajaran Aswaja, serta bagi pengelola madrasah untuk terus melakukan upaya optimalisasi dalam meningkatkan pembelajaran Aswaja di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja
Berdasarkam penjajakan awal di lapangan tersebut, maka judul penelitian ini adalah APRESIASI SISWA TERHADAP PENDIDIKAN ASWAJA (KE-NU-AN) DI MADRASAH ALIYAH NURUL HUDA SUKARJA”.
B.       Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :
1.         Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Aswaja di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja?
2.         Bagaimana apresiasi siswa terhadap Pendidikan Aswaja (Ke-NU-An) di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja?
3.         Bagaimana implementasi Pendidikan Aswaja (Ke-NU-An) dalam amaliyah peridadatan siswa Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja?
C.      Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian di dalam karya ilmiah merupakan target yang hendak dicapai melalui serangkaian aktivitas penelitian, karena segala yang diusahakan pasti mempunyai tujuan tertentu yang sesuai dengan permasalahannya.
Sesuai dengan persepsi tersebut dan berpijakpada rumusan masalah yang telah disebutkan, maka penelitian ini mempunyai tujuan :
1.         Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Aswaja di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja.
2.         Untuk mengetahui apresiasi siswa terhadap Pendidikan Aswaja (Ke-NU-An) di Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Sukaraja.
3.         Untuk mengetahui implementasi Pendidikan Aswaja (Ke-NU-An) dalam amaliyah peridadatan siswa Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja.

D.  Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara peraktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
a.       Dapat memberikan kontribusi keilmuan secara konseptual dan pengembangan cakrawala pemikiran Ke-NU-An.
b.      Penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangsih terhadap perkembangan Pendidikan Aswaja kedepan.
c.       Dapat menjadi sumber atau acuan peneliti-peneliti yang berkeinginan untuk mengkaji permasalahan yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.
2. Secara Praktis
a.       Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan informasi ilmiah tentang apresiasi siswa terhadap Pendidikan Aswaja (Ke-NU-An) di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja serta dapat dijadikan sebagai acuan  peningkatan pembelajaran Aswaja kedepan.
b.    Bagi peneliti
Sebagai bahan latihan dalam penulisan karya ilmiah, sekaligus sebagai tambahan informasi mengenai apresiasi siswa terhadap pelajaran Aswaja (Ke-NU-An) khususnya di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja.

E.       Variabel Penelitian
Pengertian variabel penelitian menurut Akikunto (2006:118) adalah segala sesuatu yang menjadi obyek penelitian atau apa yang akan menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variable yang dirasa perlu bagi peneliti untuk mengkajinya:
1.      Variabel bebas (Variabel X)
Variabel bebas adalah variabel yang  mempengaruhi atau menjadi penyebab bagi variable lain. Variable bebas dalam penelitian ini adalah Pendidikan Aswaja (Ke-NU-An).
2.      Variabel terikat (Variabel Y)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel lain, namun variabel tertentu dapat sekaligus menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Apresiasi siswa.
F.    Definisi Operasional Variabel
Sebagai pedoman untuk pembahasan selanjutnya, dan agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap pengertian judul penelitian ini, maka ada beberapa kata atau istilah yang perlu didefinisikan.
1.    Apresiasi
Menururt Kamus Besar Bahasa Indonesia apreasiasi adalah kesadaran terhadap nilai seni dari budaya. Mengapresiasi merupakan kegiatan mengamati, menilai, dan menghargai.
Secara etimologis, apresiasi berasal dari bahasa Inggris “appreciation” yang berarti penghargaan, penilaian, pengertian, bentuk itu berasal dari kata kedua “to appreciate” yang berarti menghargai, menilai, mengerti (Echols dan Shadili,2010: :35) .
Menurut Hornby (dalam Sayuti, 1985:2002). “Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation) mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian”.(wordpres.2008).
Jadi, apresiasi adalah kegiatan mengamati, menilai, dan menghargai dengan bersungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap nilai-nilai suatu obyek terkait.
2.      Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik. menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Selanjutnya menurut Poerbakawatja (dalam Dalyono,2010:6) pendidikan adalah “Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses yang sistematis dalam upaya mengoptimalkan potensi anak didik baik jasmani maupun rohani guna terbentuknya karakter, kedewasaan, dan pribadi manusia seutuhnya.
3.      Aswaja (Ke-NU-An)
Adalah materi pelajaran khusus yang harus ada di satuan pendidikan yang berada dibawah naungan LP. Maarif NU, materi ini berisikan tentang sejarah NU serta hal-hal yang berhubungan dengan gerakan Nahdlatul Ulama.
Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP. Ma'arif NU) merupakan salah satu aparat departementasi di lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Didirikannya lembaga ini di NU bertujuan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan NU.
G.      Tianjauan Pustaka
Penelitian ini pada dasarnya bukan penelitian yang benar-benar baru. Sebelum ini banyak yang sudah mengkaji objek penelitian tentang Aswaja (Ke-NU-An). Oleh karena itu, penulisan dan penekanan penelitian ini harus berbeda dengan hasil penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Berdasarkan pengamatan peneliti, ditemukan beberapa karya yang memuat tentang Aswaja dan Nahdlatul Ulama, antara lain:
Pertama, Penelitian Oleh Saudara M. Lutfi Hakim (2006) Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang yang Berjudul “Peran Nahdlatul Ulama Dalam Pemberdayaan Civil Society (Studi Kasus di Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Banyuwangi)”. Menyatakan bahwa Nahdlatul Ulama cabang Banyuwangi dengan program yang ada didalamnya terdapat gerakan pemberdayaan civil society. Dari semua peran yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama cabang Banyuwangi merupakan usaha untuk membangun tatanan sosial yang ideal.
Kedua, Skripsi atas nama Ulya Himmatin (2011) Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, dengan judul Studi komparasi pengembangan materi aswaja Di MTs. Hasyim Asy’ari Batu dan Materi kemuhammadiyahan di MTs. Muhammadiyah I kota Malang”. Dan menyimpulkan bahwa untuk memaksimalkan pengembangan materi PAI pada lembaga pendidikan NU dan Muhammadiyah, dibutuhkan sosok guru kreatif dan inovatif supaya siswa mudah memahami dan mengingatnya sekaligus dukungan penuh dari berbagai pihak terutama dalam bentuk pemikiran baik dari pihak sekolah atau masyarakat.
Ketiga, skripsi yang disusun oleh Muhamad Baihaqi (2010) yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Aswaja Terhadap Peningkatan Akhlak Siswa MAS Hifal Pekalongan”. Dalam skipsi ini disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positip antara pelaksanaan pendidikan aswaja dengan peningkatan akhlak siswa MAS Hifal Pekalongan.
Dari uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa penelitian apresiasi siswa terhadap pelajaran Aswaja (Ke-NU-An)  ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.
H.      Kerangka Teoritik
1.    Pengertian ASWAJA perspektif Nahdlotul Ulama (NU)
Aswaja merupakan singkatan singakatan dari istilah Ahlussunnah wal jama’ah, dalam istilah tersebut terdapat tiga kata dasar dengan uraian sebagai berikut:
Pertama, kata  Ahl, secara etimologis berarti keluarga, golongan, pengikut.(Faisol, dkk.2008:4)
Kedua, kata Assunnah, menurut Abul Baqo’ secara bahasa berarti jalan meskipun tidak dikehendaki. Sedangkan dalam pengertian istilah,  sunnah adalah jalan yang dikehendaki oleh agama karena dilakukan oleh Rosulullah SAW, para sahabat dan ulama sholeh. Hal ini menhacu pada hadist yang sangat popular, “Hendaknya kalian mengikuti sunnahku  dan sunnah para pemimpin setelah aku”.(Misrawi,2010:106).
 Ketiga, kata al-jama’ah. Secara etimologis kata alj-ama’ah ialah orang-orang yang memelihara kebersamaan dan kolektifitas dalam mencapai suatu tujuan, sebagai kebalikan dari kata al-furqoh, yaitu orang-orang yang bercerai-berai dan memisahkan diri dari golongannya. Dikatakan al-jama’ah, karena golongan ini, meskipun diantara mereka terjadi perbedaan pendapat,  namun mereka saling menghargai, dan tidak menjadikan perbedaan tersebut sebagai alasan untuk berpecah belah dan saling membid’ahkan dan mengkafirkan.(Chalim,2012:10). Sedangkan menurut Misrawi (2010:106) “ jama’ah mengandung arti komunitas, yaitu mereka yang tergolong pengikut sunnah Rosulullah SAW. kata tersebut menunjukkan bahwa mereka yang termasuk ahlussunnah adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah beliau, para sahabat, serta mengikuti warisan para wali dan ulama”.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Alhussunnah waljama’ah adalah manhaj al-fikr (faham) yang berasaskan pada sunnah rosulullah, para sahabat, serta mengikuti tradisi ulama-ulama saleh (as-salaf as-salih) dan orang-orang yang dimulyakan (al-sawad al-a’dzom) dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi (tasamuh) dan sikap moderat.
Ahlussunnah waljama’ah lahir sebagai satu reaksi terhadap hadist Rosulullah SAW tentang perpecahan yang akan terjadi di kalangan umat Islam di masa yang akan datang;
افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَ سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً  كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إلَّا وَاحِدَةً قَالُوا : مَنْ هم يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدوَالتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ

“Dari Abi Hurayrah RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Terpecah umat Yahudi menjadi 71 golongan. Dan terpecah umat Nasrani menjadi 72 golongan. Dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu. Berkata para sahabat: “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab: “Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.”.HR. Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah.(Muchtar,dkk.2007:2)

                        Kendatipun banyak aliran-aliran yang mengklaim dirinya sebagai Ahlussunnah waljama’ah, namun paham Ahlussunnah waljama’ah an-nahdliyah yang dianut Nahdlatul Ulama (NU) mengacu pada pemikiran Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang akidah, mengikuti madzhab imam empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) dalam bidang syari’ah, serta menganut manhaj Iman Al-ghozali dan Imam Abu al-Qosim al-Junaidi al-Bagdadi dalam bidang tasawuf.
Ciri utama Aswaja NU dalah sikap tawassuth dan I’tidal (tengah-tengah dan keseimbangan, yakni selalu seimbang dalam menggunakan dalil, antara dalil naqli dan dalil aqli, antara pendapat jabariyah dan qodariyah dan sikap moderat dalam menghadapi perubahan dunyawiyah. Dalam masalah fiqih sikap pertengahan antara ijtihad dan taqlid buta. Yaitu dengan cara bermadzhab. Ciri sikap ini adalah tegas dalam hal-hal yang qot’iyah dan toleran dalam hal-hal zhonniyah.(Muchtar,dkk.2007:4).
2.    Karakteristik Aswaja An-Nahdliyah
            Dalam mengemban misi syi’ar Islam serta dalam pendekatannya dengan masyarakat, NU sebagai organisasi keagamaan memiliki karakter-karakter khusus yang diusung oleh para perintis dan pendirinya. Hal ini penting untuk menjaga nilai-nilai historis dan tetap meneguhkan Nahdlatul ulama  pada garis-garis perjuangannya (khittah). Karakteristik tersebut tercermin dari Fikrah Nahdliyah sebagai kerangka berpikir yang didasarkan pada ajaran Ahlussunnah waljama’ah untuk menentukan arah perjuangan dalam rangka ishlah al-ummah (perbaikan umat).
Dalam merespon persoalan, baik yang berkenaan dengan persoalan keagamaan dan kemasyarakatan, Nahdlatul Ulama memiliki manhaj Ahlussunnah wal-jama’ah sebagai berikut:
a.    Fikrah tawassutiyah (pola piker moderat), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa bersikao tawazun (seimbang) dan I’tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan Nahdlatul Ulama senantiasa menghindari sikap tafrit (radikal kiri) atau ifrath (radikal kanan).
b.   Fikrah tasamuhiyah (pola piker toleran), Artinya Nahdlatul Ulama dapat hidup secara damai dengan pihak lain walaupun akidah, cara berpikir dan budayanya berbeda.
c.    Fikrah Ishlah (pola piker reformatif), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa mengupayakan perbikan  menuju kearah yang lebih baik (al-ishlah ilaa maa huwa al-ashlah).
d.   Fikrah tathawwuriyah (pola piker dinamis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
e.    Fikrah manhajiyah (pola piker metodologis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa menggunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama.(Chalim,dkk.2012:12).

Dengan berpegang pada Prinsip-prinsip dasar tersebut menjadikan Ahlussunah wal Jama’ahmemiliki kemampuan untuk meredam berbagai konflik internal umat Islam. Ahlussunah Wal-Jama’ah sangat  toleran  terhadap tradisi-tradisi yang telah berkembangan di masyarakat, tanpa melibatkan diri dalam subtansinya, bahkan tetap berusaha untuk mengarahkannya.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Ahlussunah wal-Jama’ah lebih dari sekedar madzhab tetapi merupakan manhajul fikr (metodologi berpikir). Faham tersebut sangat lentur, tawassut, I’tidal, tasamuh, dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahlussunah wal-Jama’ah yang mendahulukan nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal sehingga tidak gampang menganggap bid’ah berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidahmuamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain. Karakter Ahlussunah wal Jama’ah yang sangat dominan adalah Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi.

3.    Ruang Lingkup Pendidikan ASWAJA (ke-NU-an)
Secara substansi pendidikan Aswaja adalah paham Ahlussunnah wal-jama’ah itu sendiri, maka ruang lingkup pendidikan Aswaja berarti ruang lingkup Ahlussunnah wal-jama’ah. pendidikan Aswaja yang merupakan hasil rumusan (produk pemikiran) yang telah dibakukan sebagai paham Ahlussunnah wal Jama’ah  dalam kajian dan pembahasannya meliputi beberapa aspek, antara lain:
a.    Aspek Aqidah (Tauhid).
Aspek akidah merupakan aspek paling krusial dari segala permasalah dalam Islam, karena cakupannya menyangkut hubungan antara seseorang dengan tuhannya. Maka tidak diherankan banyak sekali terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin yang melahirkan polemik tiada berkesudahan. Pasca wafatnya Rosulullah perselisihan sudah mulai terjadi di kalangan kaum muslimin, bermula dari masalah Imamah dan berlanjut pada persoalan akidah yang melahirkan berbagai aliran teologi. Dari berbagai perselisihan tersebut banyak terjadi perdebatkan tentang nama dan sifat Allah, melihat Allah di akhirat, Al-Qur’an Kalamullah, perbuatan manusia, akal dan wahyu, serta pemasalahan-permasalahan lain yang terus berkembang hingga era dewasa ini.
Dari berbagai aliran yang muncul, lahir pula Ahlussunnah wal-jama’ah sebagai kelompok moderat yang diusung oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ary (260-330 H/873-947 M). dan Imam Abu Manshur al-Maturidy (333 H/944 M) yang kemudian dikenal dengan paham Asy-a’riyah dan Maturiddyah.
Menyikapi perselisihan yang terjadi, Ahlussunnah wal-jamaah adalah jalan tengah (tawassut) diantara kelompok- kelompok keagamaan yang berkembang. Sikap tawassut (moderat) ini merupakan ciri utama kelompok Ahlussunnah wal-jama’ah dalam berakidah. Hal ini penting untuk menghindari fanatisme beragama serta untuk merealisasikan amar ma’ruf nahi munkar yang mengedepankan kebajikan dan kebijakan.(Muchtar,dkk.2007:17).
b.    Aspek Syari’ah (Fiqih)
Aspek syari’ah atau fiqh merupakan paham keagamaan yang berhubungan dengan ibadah dan mu’amalah. Sama pentingnya denganbidang akidah yang menjadi dasar keyakinan dalam Islam, fiqih  adalah simbol penting dasar keyakinan. Karena Islam agama yang tidak hanya mengajarkan tentang keyakinan tetapi juga mengajarkan tentang tata cara hidup sebagai seorang yang beriman yang memerlukan komunikasi dengan Allah SWT, dan sebagai makhluk sosial juga perlu pedoman untuk mengatur hubungan sesama manusia secara harmonis, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Dalam konteks historis, fiqih disepakati oleh jumhur ulama Ahlussunnah wal-jama’ah bersumber dari empat madzhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Secara substantif, fiqih sebenarnya tidak terbatas pada produk hukum yang dihasilkan dari empat madzhab diatas, produk hukum yang dihasilkan oleh imam-imam mujtahid lainnya, yang mendasarkan penggalian hukumnya melalui al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas, seperti, Hasan Bashri, Awza’i, dan lain-lain tercakup dalam lingkup pemikiran Aswaja, karena mereka memegang prinsip utama Taqdimu al-Nash ‘ala al-’Aql (mengedepankan daripada akal).(Mahrus,2013).
Lebih lanjut, Drs.H.M. As’ad Toha, M.Ag. mengklasifikasikan secara rinci karakter Ahlussunnah wal-jama’ah di bidang fiqih sebagai berikut:
·       Selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-sunnah, dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat dipertanggung jawabkan (ijtihad).
·      Pada masalah yang sudah ada dalil nash yang shorih dan qot’I (tegas dan pasti), tidak boleh ada campur tangan akal.
·      Pada masalah dhonniyah (tidak tegas dan tidak pasti), dapat ditoleransikan adanya perbedaaan pendapat selama tidak bertentangan dengan prinsip agama.(Thoha,dkk.2006:4).

c.    Aspek Tasawuf (Akhlak)
Tasawuf dalam manhaj Ahlussunnah wal-jama’ah difokuskan pada wacana akhlaq yang dirumuskan oleh Imam al-Ghozali (450 H/1058 M), Yazid al-Busthomi (188-261 H/804-874 M) dan al-Junayd al-Baghdadi (297 M/910 M), serta ulama-ulama sufi yang sepaham.
Aswaja memiliki prinsip bahwa tujuan hidup adalah tercapainnya keseimbangan kepentingan dunia akhirat dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Untuk mendekatkan diri kepada Allah , dicapai melalui perjalanan spiritual, yang bertujuan untuk memperoleh hakikat dan kesempurnaan hidup (insan kamil), namun hakikat yang diperoleh tidak boleh meninggalkan garis-garis syariat yang ditetapkan Allah dalam al-Qur’an dan sunnah Rosulullah SAW. syari’at merupakan dasar pencapaian syari’at. Ini adalah prinsip yang dipegangi tashawwuf (tasawuf) Aswaja.(Muchtar,dkk.2007:27).

Dengan demikian, tasawuf yang diikuti dan dikempangkan oleh kaun Aswaja an-Nahdliyah adalah tasawuf moderat. Pengabdosian tasawuf demikian, memungkinkan umat Islam secara individu mampu menjalin konunikasi dengan tuhan dan secara sosial dapat melakukan perbaikan kea rah perbaikan umat.
4.    Tujuan Pendidikan Aswaja
Pendidikan Aswaja sebagai salah satu upaya perjuangan Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan bertujuan untuk mewujudkan tujuan dasar NU, yaitu “berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal Jama'ah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta”. Hal ini terekam jelas dalam anggaran dasar Nahdlatul Ulama Bab IV Pasal 9 Ayat 2 tentang Tujuan dan Usaha, bahwa:
Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Pendidikan Aswaja dikembangkan sebagai nilai pendidikan islam di indonesia. Disamping itu pendidikan Aswaja muncul karena kebutuhan masyarakat indonesia. Yaitu pendidikan agama dan moral. (Buletinalamin,2013).
Dengan demikian, NU sebagai organisasi terbesar di Indonesia tidak lepas peranannya dalam bidang pendidikan islam di indonesia. Salah satunya yakni pendidikan Ahlussunnah wal jama’ah atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan pendidikan Aswaja. Pendidikan Aswaja itu tidak hanya mengajarkan nilai-nilai agama saja namun juga mengajarkan nilai moral.
I.     Metodologi Penelitian
1.      Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Moloeng (2010:6) “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bersifat menggambarkan, menguraikan suatu hal menurut apa adanya”.
Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil kualitatif lebih menekankan makna pada generalisasi.(Sugiono,2012:15).

penelitian deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang didasarkan pada data alamiah yang berupa kata-kata dalam mendeskripsikan obyek yang diteliti. Penelitian deskriptif kualitatif berusaha mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual (secara utuh sesuai dengan konteks) melalui kegiatan pengumpulan data dari latar yang diteliti. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini akan menggambarkan atau memaparkan data yang diperoleh peneliti berkaitan tentang apresiasi siswa terhadap Pendidikan Aswaja di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja secara menyeluruh dan apa adanya.
2.    Jenis dan Sumber data
a.    Jenis data
Berdasarkan Janis dan sifatnya, data penelitian dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
Data Kualitatif adalah jenis data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau uraian kalimat. Data kualitatif diperoleh dari jawaban atas pertanyaan terbuka atau hasil wawancara atau deskripsi hasil observasi.sedangkan data kuantitatif adalah jenis data yang dinyatakan dalam angka atau bilangan hasil perhitungan, seperti menghitung, mengukur dan menimbang.(Julianto,2013).
Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari perhitungan hasil angket sebagai data pelengkap (tambahan). Sebagaimana dijelaskan oleh Sugiyono (2012:38) bahwa dalam satu penelitian memungkinkan untuk memperoleh data dengan dua metode yang berbeda yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif, karena pada dasarnya kedua metode tersebut saling melengkapi (complement each other) dan tidak perlu dipertentangkan keberadaannya. Jadi, dalam penelitian ini memfokuskan pada data kualitatif sebagai data utama dan menggunakan data kuantitatif sebagai data pelengkap.
b.    Sumber data
Data merupakan fakta-fakta atau ukuran-ukuran tertentu dari suatu fenomena. Menurut Arikunto (2010:172), sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Adapun data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber-sumber, antara lain :
a.       Sumber data primer , yaitu data yang diamati dari sumbernya langsung, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja, kepala sekolah, dan guru mata pelajaran.
b.      Sumber data skunder, yaitu data yang sudah diolah terlebih dahulu oleh sumber data. Pengambilan data diperoleh dengan cara mengambil data dari laporan dan studi pustaka yang dilakukan dengan mempelajari dan memahami berbagai teori dari buku-buku dan bahan-bahan yang didapat selama perkuliahan serta karangan ilmiah yang ada hubungannya dengan permasalahan.
3.      Populasi dan sampel
Dalam setiap penelitian, penetapan populasi dan sampel sangatlah penting karena keduanya merupakan wilayah sumber data yang dijadikan obyek penelitian. Dalam penelitian ini penetapan populasi dan sampel dimaksudkan untuk menggali data yang ada di lapangan, dengan harapan setiap responden mampu memberikan informasi yang obyektif dan actual dari gejala-gejala yang ada di lapangan.
a.       Populasi
Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa “populasi adalah keseluruhan obyek penelitian” (Arikunto,2010:173). Adapun yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah wilayah totalitas dari semua karakteristik dimana keseluruhan obyek itu diberlakukan. Yang meliputi seluruh siswa dan siswi Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja dengan jumlah 379 siswa.
Tabel 1. Jumlah siswa Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja
Tahun ajaran 2013/2014
No
Kelas
Jumlah
1
X-1
27 Siswa
2
X-2
28 Siswa
3
X-3
26 Siswa
4
X-4
28 Siswa
5
XI-1 / IPA
26 Siswa
6
XI-2 / IPA
24 Siswa
7
XI-1 / IPS
26 Siswa
8
XI-2 / IPS
24 Siswa
9
XI Keagamaan
33 Siswa
10
XII IPA
33 Siswa
11
XII-1 / IPS
23 Siswa
12
XII-2 / IPS
24 Siswa
13
XII-3 / IPS
24 Siswa
14
XII Keagamaan
33 Siswa
Jumlah
379 Siswa
b.      Sampel
Sampel adalah “sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti” (Arikunto,2010:174). Hal serupa juga diungkapkan Djaman Satori dan Aan Komariyah bahwa yang dimaksud dengan sample adalah bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya secara representatif. (Satori dan Komariyah,2010).
Dalam penelitian ini, peneliti berpegang pada pendapat Suharsini Arikunto, bahwa untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, selanjutnya jika populasinya lebih dari 100, maka diambil 10% - 15% atau 20% - 25%, bisa juga lebih tergantung:
a.          Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana.
b.          Luas sempitnya pengamatan;
c.         Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti (Suharsimi Arikunto, 2010 :177).
Jadi, teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah mengambil wakil dari populasi yang diteliti, yaitu peneliti menggunakan cara Random (acak) dengan tujuan mempermudah dan memperkecil obyek yang diteliti sehingga peneliti dapat mengelompokkan data dengan mudah guna memperoleh hasil yang obyektif.
Karena jumlah populasi lebih dari 100, maka peneliti mengambil sampel sebanyak 20% dari 379 siswa yaitu 75,5 dan dibulatkan menjadi 75 siswa.
J.        Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data yamg dibutuhkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan alat pengumpul data sebagai berikut:
1.    Metode Observasi
Observasi adalah “pengamatan secara sistematik terhadap fenomena yang diselidiki.” (Sudjiono,2012:29).
Dengan metode ini peneliti bermaksud untuk mengamati dan mencatat data-data yang diperlukan mengenai situasi dan keadaan di lokasi penelitian yang meliputi : keadaan gedung, keadaan guru dan siswa di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja.
2.    Metode Interview
Adalah “metode pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan.(Sudjiono,2012:29).
Dalam metode ini penulis menggunakan metode interview  terbuka (tidak terstruktur), yakni wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.(Sugiyono,2012:197).  
Peneliti menggunakan metode interview untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini. Dengan demikian, peneliti akan mewawancarai kepala sekolah serta guru-guru yang bersangkutan di Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja. dengan beberapa tujuan, yaitu:
a.             Sebagai metode pelengkap yakni digunakan untuk mencari informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain.
b.            Digunakan untuk menguji kebenaran dan kematangan data-data yang diperoleh.
Dalam melakukan wawancara ini peneliti bermaksud memperoleh informasi mengenai sejarah berdirinya sekolah, struktur organisasi, keadaan guru, fasilitas yang ada serta hal-hal berkaitan dengan penelitian ini.
3.    Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara untuk mencari data yang bersumber pada dokumen atau arsip yang ada. Menurut Suharsimi Arikunto mengatakan , bahwa: metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal variable-variabel yang berupa catatan, transkrip, buku-buku , surat kabar, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010:274).
Berdasarkan pendapat tersebut, maka penulis dapat menganalisa data yang telah di dokumentasikan dari Madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja yang meliputi dokumen struktur organisasi, data tentang guru, data tentang siswa, data tentang sarana dan sebagainya.
4.      Metode angket
Angket adalah “cara pengumpulan data berbentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya”.(Sudijono,2012:30). Ada dua macam angket yang sering digunakan dalam penelitian yaitu: 
a.       Angket berstruktur
Jawaban dan pertanyaan yang diajukan sudah disediakan, kemudian responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan dirinya (pertanyaan bersifat tertutup).
b.      Angket tak berstruktur
Pertanyaan diajukan dalam bentuk pernyataan terbuka. Jadi responden diberikan kebebasan untuk menjawab pertanyaan menurut pendapat nya sendiri.
Dalam peneliatan ini, peneliti menggunakan alat/metode angket berstruktur untuk memperoleh data tentang tingkat apresiasi siswa terhadap Pendidikan Aswaja (Ke-NU-An) di madrasah Aliyah Nurul Huda Sukaraja.



K.  Tehnik analisis data
Setelah semua data terkumpul melalui metodenya masing-masing, tahap selanjutnya adalah menganalisis masing-masing data berdasarkan jenis data yang terkumpul.
Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam  (triangulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data yang tinggi sekali. Data yang diperoleh umumnya adalah data kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif).(Sugiyono,2012:335).

Dalam menganalis data yang peneliti peroleh melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan angket, penulis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dan prosentase. Teknis analisis deskriptif penulis gunakan untuk menentukan, menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif yang penulis peroleh dari metode observasi,wawancara,dokumentasi dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena. Sedangkan untuk data kuantitatif (berupa angka) yang diperoleh melalui angket akan dianalisasis dengan teknik statistik yaitu teknik formalitas prosentase sebagai berikut : (Sudiono, 2012: 40).
               

Keterangan :
P : Prosentase
      F : Frekuensi
      N : Jumlah responden
L.       SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Untuk memudahkan dalam mengkaji dan memahami secara keseluruhan skripsi ini peneliti akan menguraikan sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I dimulai dengan pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub, yaitu: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab II kajian pustaka terdiri dari beberapa pembahasan mengenai pengertian Ahlussunah wal-jama’ah perspektif Nahdlotul Ulama, ruang lingkup Pendidikan ASWAJA (ke-NU-an) dan tujuan Pendidikan ASWAJA.
Bab III metodoogi penelitian, yang di dalamnya membahas tentang jenis penelitian, variabel penelitian, devinisi oprasional variabel, jenis dan sumber data, populasi dan sempel penelitian, tehnik pengumpulan data, dan tehnik analisis data
Bab IV hasil dan pembahasan berisi tentang laporan penelitian yang menyangkut gambaran global laporan penelitian yang terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan.
Bab V penutup, dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran dilengkapi dengan dartar pustaka serta lampiran-lampiran.



DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Bulletin Al-amin.2013.http://buletinalamin.blogspot.com/2013/05/peran-pendidikan-aswaja-dalam-lingkup.html. diakses tanggal 15 Novenber 2013.

Chalim, Asep S ,dkk.  2012. Membumikan Aswaja. Surabaya: Khalista.

Delyono. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Echols, Jhon M. dan Hasan Shadilli. 2010. Kamus Inggris- Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Faisol, Muhammad, dkk. 2010. Hujjah NU (Akidah – Amaliyah – Tradisi). Surabaya: Kalista

Hilman.2008. Pengertian Apresiasi.http://hilman2008.wordpress.com//apresiasi/html. diakses tanggal 15 Kotober 2013.

Mahrus,Muham mad. 2013. Ruang Lingkup Aswajahttp://assawadul adzom.blogspot.com /2013/03/ruang-lingkup-aswaja_9067.html. diakses tanggal 15 Novenber 2013.

Misrawi, Zuhairi. 2010. “Mengukuhkan Khittah 1926”. Dalam Suhanda (ed).  Gus Dur Santri Par Excellence. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Jakarta: PT Kompas Media Nisantara.

Moleong Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja Rosdakarya.

Muchtar, Masyhudi,dkk. 2007. Aswaja An-Nahdliyah. Surabaya: Khalista.

Nahdlatul Ulama. 2010. Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.

Satori, Djaman. Dan Komariyah, Aan. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

STKIP Nurul Huda. 2011/2012. Pedoman Akademik STKIP Nurul Huda Sukaraja OKU Timur. STKIP Nurul Huda OKU Timur.

Sudijono, Anas. 2012. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo perdasa.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,  dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Thoha, As’ad,dkk. 2006. Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an. Jatim: PW LP Ma’arif.

Undang Undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung: Citra Umbaran.